Pages

Selasa, 04 Desember 2012

PEMIMPIN IDEAL


Keberadaan pemimpin merupakan keharusan bagi manusia, persis seperti keharusan adanya air untuk kehidupan.  Keadilan dan kebenaran tidak akan tampak kecuali dengan adanya kekuasaan pemimpin. Rakyat akan menjadi lemah tanpa pemimpin. Jika rakyat lemah maka mereka tidak akan mendapatkan kemaslahatan; hukum-hukum syariat pun tidak bisa ditegakkan. Akibatnya, mereka merasa tidak nyaman hidupnya, tidak mendapatkan kemuliaan, dan tidak dapat mengusir musuh-musuh mereka.
Kasus biadab yang dilakukan oleh Amerika terhadap para tahanan Muslim di Irak sejak November 2003 lalu merupakan contoh nyata.  Kaum Muslim tidak dapat berbuat apa-apa selain berteriak melakukan demonstrasi.  Pada saat yang sama, para penguasa di negeri-negeri Muslim hanya berdiam diri; para tentara Muslim pun tidak dikerahkan untuk menolong saudara-saudara mereka yang dihabisi di depan mata mereka.  Sementara itu, Amerika dan Inggris berteriak bahwa para serdadu mereka memiliki kekebalan (imunitas) di Irak sehingga tidak dapat diadili secara internasional.  
Tanpa pemimpin, umat tidak terlindungi, karena pemimpin sejatinya adalah pelindung umat.  Rasulullah saw. menggambarkan hal ini dalam sabdanya:
«إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) itu merupakan perisai, tempat orang-orang beperang di belakangnya dan berlindung dengannya. (HR al-Bukhari).

Mengangkat Pemimpin

            Dalam rangka menegakkan syariat Islam, Rasulullah saw. telah menetapkan wajibnya mengangkat kepala negara (Khalifah) sebagai pemimpin.  Di antara nash yang menegaskan hal ini adalah:
«مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»
Siapa saja yang melepas tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya ia akan berjumpa dengan Allah pada Hari Kiamat tanpa memiliki hujjah.  Siapa saja yang mati, sedangkan dipundaknya tidak ada baiat (kepada Khalifah), maka matinya adalah mati jahiliah. (HR Muslim).

Melalui hadis tersebut, Nabi saw. telah mewajibkan kepada seluruh kaum Muslim agar di pundaknya ada baiat. Penyifatan beliau terhadap orang yang meninggal tanpa baiat di pundaknya sebagai mati jahiliah merupakan penegasan tentang wajibnya baiat tersebut. Hanya saja, baiat itu hanya diberikan kepada khalifah/imam sebagai kepala negara dan pemerintahan, sebagaimana juga sabdanya: 
«وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ»
Siapa saja yang telah membaiat seorang imam sekaligus memberikan kedua tangannya dan buah hatinya, maka taatilah imam itu semampunya. (HR Muslim).

Dalam hadis di atas, yang dimaksud dengan imam adalah Khalifah (kepala pemerintahan Islam atau Khilafah Islamiah).
Allah SWT juga telah mewajibkan kepada kaum Muslim untuk menaati ulil amri, yang tidak lain adalah Imam/Khalifah/Amirul Mukminin. Merekalah penguasa Muslim sesungguhnya, yang harus diwujudkan di tengah-tengah kaum Muslim dan ditaati oleh semua. Allah SWT berfirman:

]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ[
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian. (QS an-Nisa’ [4]: 59).

Allah SWT tidak pernah memerintahkan orang untuk menaati yang tidak ada, termasuk tidak mengharuskan menaati sesuatu yang keberadaannya sunnah. Hal ini menunjukkan bahwa mewujudkan kepala negara sebagai waliyul amri hukumnya wajib. Ayat itu juga menegaskan bahwa keberadaan waliyul amri ini haruslah menghasilkan tegaknya hukum syariat.  Artinya, mewujudkan waliyul amri yang menegakkan syariat Islam adalah wajib. Sebaliknya, mewujudkan waliyul amri yang justru menegakkan selain hukum Islam adalah haram.

Kriteria Pemimpin Ideal
Kepala negara dalam Islam berfungsi sebagai pengurus segala urusan rakyat dengan hukum Islam yang diturunkan oleh Allah Pencipta manusia. Konsekuensinya, kepala negara harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
1.      Memenuhi syarat-syarat menurut syariat Islam, yaitu Muslim, laki-laki, balig, berakal, adil/tidak fasik (konsisten dalam menjalankan aturan Islam), merdeka, dan mampu melaksanakan amanat Kekhalifahan.  Selain syarat-syarat in‘iqâd  (legalitas) yang menentukan sah-tidaknya akad tersebut, kepala negara juga diutamakan (bukan wajib) memiliki syarat afdhaliyah (prioritas) seperti mujtahid, pemberani, dan politikus ulung.
2.      Menjadikan kekuasaan negeri ini independen/mandiri, yaitu hanya bersandar kepada kaum Muslim dan negeri-negeri Muslim, bukan pada salah satu negara kafir imperialis atau di bawah pengaruh orang-orang kafir, alias tidak mengekor. Justru sebaliknya, penguasa Muslim harus mampu melepaskan negerinya dari cengkeraman dan dominasi kekuatan asing baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, dan budaya.   Allah SWT berfirman:
]وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً[
Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin. (QS an-Nisa’ [4]: 141).
3.      Menjadikan keamanan kaum Muslim di negeri ini adalah keamanan Islam, bukan keamanan kufur.  Artinya, pemeliharaan keamanan mereka dari gangguan luar dan dalam negeri berasal dari kekuatan kaum Muslim sebagai suatu kekuatan Islam semata.  Karenanya, seorang penguasa Muslim tidak boleh mengizinkan adanya pengaruh negara kafir imperialis terhadap tentara dan polisi, tidak membolehkan negara asing membuat pangkalan militer di wilayahnya, dan tidak memberikan kekuatan keamanan kecuali kepada kaum Muslim.
4.      Segera menerapkan Islam secara serentak dan menyeluruh serta segera mengemban dakwah Islam.  Banyak sekali ayat-ayat yang menegaskan hal ini, di antaranya:
]وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ[
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Mâidah [5]: 49)

5.      Mencegah disintegrasi dan menyatukan negeri-negeri kaum Muslim di seluruh dunia sehingga kaum Muslim kuat dan bersatu dalam satu kekuatan Khilafah Islamiyah.  Sebab, umat Islam adalah satu tubuh dan kepemimpinannya pun harus satu.  Nabi saw. bersabda:

«إِذاَ بُوْيِعَ لِخَلِفَتَيْنِ فَاقْتُلُوْالآخِرَ مِنْهُمَا»
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim).

            Jika beberapa kriteria tersebut dimiliki oleh pemimpin maka Islam dan umat Islam akan kuat. Sebab, yang sampai kepada kekuasaan bukan sekadar kaum Muslim, melainkan Islam itu sendiri yang diemban oleh pemimpin tersebut.  Pemimpin demikian merupakan pelurus kebengkokan, penggilas kezaliman, pembenah kerusakan, penguat orang lemah, penolong orang yang teraniaya, dan penghapus kesedihan.  Dia berdiri di antara Allah dan hamba-hamba-Nya, mendengarkan firman-Nya dan nasihat rakyat, menaati-Nya dalam menunjuki mereka. Dialah orang yang memerintah rakyat bukan dengan pemerintahan jahiliah, tidak menempuh jalan orang-orang zalim, dan tidak mengutamakan orang-orang besar daripada orang-orang lemah.  Dialah bapak anak yatim dan lumbung orang-orang miskin sehingga mendidik yang kecil dan menyantuni yang besar di antara mereka.

Umat yang Menentukan
Dalam hukum syariat Islam ditegaskan bahwa kekuasaan ada di tangan umat.  Hal ini diwujudkan melalui pengangkatan kepala negara oleh umat. Dalilnya adalah Ijma Sahabat yang menunjukkan bahwa para khalifah (kepala negara dalam pemerintahan Islam) diangkat oleh umat.  Di samping itu, banyak hadis tentang baiat yang menegaskan hal tersebut, antara lain:
«قَالَ بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْعُسْرِ وَالْيُسْرِ وَالْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ»
Kami telah membaiat Rasulullah saw. untuk setia mendengarkan dan menaati perintahnya, baik dalam keadaan susah maupun mudah, baik dalam keadaan yang kami senangi ataupun tidak kami senangi. (HR Muslim).

Dengan demikian, kepala negara merupakan perwujudan dari kekuasaan di tangan umat untuk mewujudkan kedaulatan di tangan syariat.  Umat sangat menentukan apakah hukum yang diterapkan adalah hukum Islam ataukah hukum thâghût; apakah kedaulatan tetap berada di tangan manusia seperti selama ini terjadi ataukah diubah menjadi kedaulatan di tangan syariat; apakah negeri-negeri Muslim tetap tercerai-berai bahkan menjadi semakin terpecah dengan disintegrasi ataukah semakin menyatu dalam Daulah Khilafah.  Semuanya bergantung pada umat, apakah mereka memilih pemimpin yang tetap melanggengkan sistem demokrasi sekularisme ataukah sistem Islam. Wallâhu a‘lam. 

0 komentar:

Posting Komentar