Keberadaan pemimpin
merupakan keharusan bagi manusia, persis seperti keharusan adanya air untuk
kehidupan. Keadilan dan kebenaran tidak
akan tampak kecuali dengan adanya kekuasaan pemimpin. Rakyat akan menjadi lemah
tanpa pemimpin. Jika rakyat lemah maka mereka tidak akan mendapatkan
kemaslahatan; hukum-hukum syariat pun tidak bisa ditegakkan. Akibatnya, mereka
merasa tidak nyaman hidupnya, tidak mendapatkan kemuliaan, dan tidak dapat
mengusir musuh-musuh mereka.
Kasus biadab yang
dilakukan oleh Amerika terhadap para tahanan Muslim di Irak sejak November 2003
lalu merupakan contoh nyata. Kaum Muslim
tidak dapat berbuat apa-apa selain berteriak melakukan demonstrasi. Pada saat yang sama, para penguasa di
negeri-negeri Muslim hanya berdiam diri; para tentara Muslim pun tidak
dikerahkan untuk menolong saudara-saudara mereka yang dihabisi di depan mata
mereka. Sementara itu, Amerika dan
Inggris berteriak bahwa para serdadu mereka memiliki kekebalan (imunitas) di
Irak sehingga tidak dapat diadili secara internasional.
Tanpa pemimpin, umat
tidak terlindungi, karena pemimpin sejatinya adalah pelindung umat. Rasulullah saw. menggambarkan hal ini dalam
sabdanya:
«إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى
بِهِ»
Sesungguhnya seorang
imam (pemimpin) itu merupakan perisai, tempat orang-orang beperang di
belakangnya dan berlindung dengannya. (HR
al-Bukhari).
Mengangkat Pemimpin
Dalam
rangka menegakkan syariat Islam, Rasulullah saw. telah menetapkan wajibnya
mengangkat kepala negara (Khalifah) sebagai pemimpin. Di antara nash yang menegaskan hal ini
adalah:
«مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً
جَاهِلِيَّةً»
Siapa saja yang melepas
tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya ia akan berjumpa dengan Allah pada
Hari Kiamat tanpa memiliki hujjah. Siapa
saja yang mati, sedangkan dipundaknya tidak ada baiat (kepada Khalifah), maka
matinya adalah mati jahiliah. (HR
Muslim).
Melalui hadis tersebut,
Nabi saw. telah mewajibkan kepada seluruh kaum Muslim agar di pundaknya ada
baiat. Penyifatan beliau terhadap orang yang meninggal tanpa baiat di pundaknya
sebagai mati jahiliah merupakan penegasan tentang wajibnya baiat tersebut.
Hanya saja, baiat itu hanya diberikan kepada khalifah/imam sebagai kepala
negara dan pemerintahan, sebagaimana juga sabdanya:
«وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ
قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ»
Siapa saja yang telah
membaiat seorang imam sekaligus memberikan kedua tangannya dan buah hatinya,
maka taatilah imam itu semampunya. (HR
Muslim).
Dalam hadis
di atas, yang dimaksud dengan imam adalah Khalifah (kepala pemerintahan Islam
atau Khilafah Islamiah).
Allah SWT juga telah
mewajibkan kepada kaum Muslim untuk menaati ulil amri, yang tidak lain adalah
Imam/Khalifah/Amirul Mukminin. Merekalah penguasa Muslim sesungguhnya, yang
harus diwujudkan di tengah-tengah kaum Muslim dan ditaati oleh semua. Allah SWT
berfirman:
]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ[
Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian. (QS an-Nisa’ [4]: 59).
Allah SWT tidak pernah
memerintahkan orang untuk menaati yang tidak ada, termasuk tidak mengharuskan
menaati sesuatu yang keberadaannya sunnah. Hal ini menunjukkan bahwa mewujudkan
kepala negara sebagai waliyul amri hukumnya wajib. Ayat itu juga menegaskan
bahwa keberadaan waliyul amri ini haruslah menghasilkan tegaknya hukum
syariat. Artinya, mewujudkan waliyul
amri yang menegakkan syariat Islam adalah wajib. Sebaliknya, mewujudkan waliyul
amri yang justru menegakkan selain hukum Islam adalah haram.
Kriteria
Pemimpin Ideal
Kepala negara dalam
Islam berfungsi sebagai pengurus segala urusan rakyat dengan hukum Islam yang
diturunkan oleh Allah Pencipta manusia. Konsekuensinya, kepala negara harus
memenuhi beberapa kriteria berikut:
1.
Memenuhi syarat-syarat menurut syariat Islam, yaitu Muslim, laki-laki,
balig, berakal, adil/tidak fasik (konsisten dalam menjalankan aturan Islam),
merdeka, dan mampu melaksanakan amanat Kekhalifahan. Selain syarat-syarat in‘iqâd (legalitas) yang menentukan sah-tidaknya akad
tersebut, kepala negara juga diutamakan (bukan wajib) memiliki syarat
afdhaliyah (prioritas) seperti mujtahid, pemberani, dan politikus ulung.
2.
Menjadikan kekuasaan negeri ini independen/mandiri, yaitu hanya
bersandar kepada kaum Muslim dan negeri-negeri Muslim, bukan pada salah satu
negara kafir imperialis atau di bawah pengaruh orang-orang kafir, alias tidak
mengekor. Justru sebaliknya, penguasa Muslim harus mampu melepaskan negerinya
dari cengkeraman dan dominasi kekuatan asing baik dalam bidang sosial, politik,
ekonomi, hukum, dan budaya. Allah SWT
berfirman:
]وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً[
Allah sekali-kali tidak
akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum
Mukmin. (QS an-Nisa’ [4]: 141).
3.
Menjadikan keamanan kaum Muslim di negeri ini adalah keamanan Islam,
bukan keamanan kufur. Artinya,
pemeliharaan keamanan mereka dari gangguan luar dan dalam negeri berasal dari
kekuatan kaum Muslim sebagai suatu kekuatan Islam semata. Karenanya, seorang penguasa Muslim tidak
boleh mengizinkan adanya pengaruh negara kafir imperialis terhadap tentara dan
polisi, tidak membolehkan negara asing membuat pangkalan militer di wilayahnya,
dan tidak memberikan kekuatan keamanan kecuali kepada kaum Muslim.
4.
Segera menerapkan Islam secara serentak dan menyeluruh serta segera
mengemban dakwah Islam. Banyak sekali
ayat-ayat yang menegaskan hal ini, di antaranya:
]وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ
أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
لَفَاسِقُونَ[
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling
(dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian
dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik. (QS.
Al-Mâidah [5]: 49)
5.
Mencegah disintegrasi dan menyatukan negeri-negeri kaum Muslim di
seluruh dunia sehingga kaum Muslim kuat dan bersatu dalam satu kekuatan
Khilafah Islamiyah. Sebab, umat Islam
adalah satu tubuh dan kepemimpinannya pun harus satu. Nabi saw. bersabda:
«إِذاَ بُوْيِعَ لِخَلِفَتَيْنِ
فَاقْتُلُوْالآخِرَ مِنْهُمَا»
Jika dibaiat dua orang
khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim).
Jika
beberapa kriteria tersebut dimiliki oleh pemimpin maka Islam dan umat Islam
akan kuat. Sebab, yang sampai kepada kekuasaan bukan sekadar kaum Muslim,
melainkan Islam itu sendiri yang diemban oleh pemimpin tersebut. Pemimpin demikian merupakan pelurus
kebengkokan, penggilas kezaliman, pembenah kerusakan, penguat orang lemah,
penolong orang yang teraniaya, dan penghapus kesedihan. Dia berdiri di antara Allah dan hamba-hamba-Nya,
mendengarkan firman-Nya dan nasihat rakyat, menaati-Nya dalam menunjuki mereka.
Dialah orang yang memerintah rakyat bukan dengan pemerintahan jahiliah, tidak
menempuh jalan orang-orang zalim, dan tidak mengutamakan orang-orang besar
daripada orang-orang lemah. Dialah bapak
anak yatim dan lumbung orang-orang miskin sehingga mendidik yang kecil dan
menyantuni yang besar di antara mereka.
Umat yang
Menentukan
Dalam hukum syariat
Islam ditegaskan bahwa kekuasaan ada di tangan umat. Hal ini diwujudkan melalui pengangkatan
kepala negara oleh umat. Dalilnya adalah Ijma Sahabat yang menunjukkan bahwa
para khalifah (kepala negara dalam pemerintahan Islam) diangkat oleh umat. Di samping itu, banyak hadis tentang baiat
yang menegaskan hal tersebut, antara lain:
«قَالَ بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْعُسْرِ وَالْيُسْرِ وَالْمَنْشَطِ
وَالْمَكْرَهِ»
Kami telah membaiat
Rasulullah saw. untuk setia mendengarkan dan menaati perintahnya, baik dalam
keadaan susah maupun mudah, baik dalam keadaan yang kami senangi ataupun tidak
kami senangi. (HR Muslim).
Dengan demikian, kepala
negara merupakan perwujudan dari kekuasaan di tangan umat untuk mewujudkan
kedaulatan di tangan syariat. Umat
sangat menentukan apakah hukum yang diterapkan adalah hukum Islam ataukah hukum
thâghût; apakah kedaulatan tetap berada di tangan manusia seperti selama ini
terjadi ataukah diubah menjadi kedaulatan di tangan syariat; apakah
negeri-negeri Muslim tetap tercerai-berai bahkan menjadi semakin terpecah
dengan disintegrasi ataukah semakin menyatu dalam Daulah Khilafah. Semuanya bergantung pada umat, apakah mereka
memilih pemimpin yang tetap melanggengkan sistem demokrasi sekularisme ataukah
sistem Islam. Wallâhu a‘lam.
0 komentar:
Posting Komentar